Kata "Amin?"

20.08 / Diposting oleh KMK~PKM /

Seperti biasanya, kami yang berada di Kantor Pusat HKBP mengadakan ibadah untuk memulai aktivitas dikantor dengan Ibadah Pagi bersama. Namun ibadah kali ini menjadi ibadah yang berkesan bagi saya, karena berbeda dengan sebelum-sebelumnya, pembawa renungan saat ini sering menggunakan kata "ada amen?" dalam ibadahnya, harapannya tentu saja untuk meneguhkan jemaat dengan menjawab "amen!", sehingga ibadah yang berlangsung bersifat interaktif. Namun beberapa kejanggalan sangat terlihat, sepertinya jemaat masih sangat alergi terhadap istilah ini. Salah satu buktinya adalah ibadah tadi pagi, saya sendiri, ketika pembawa renungan mengatakan "amen?" yang saya lakukan justru menundukkan kepala, seolah-olah renungan sudah selesai dan akan berdoa untuk menutup renungannya. Namun menyadari hal ini, saya menjadi tanggap, untuk berikutnya saya menjawab dan merespon pertanyaan pembawa renungan dengan kata "amen" dengan lantang. Namun tidak semua berbuat hal yang sama, yang terjadi malah jemaat ribut untuk menganalisa istilah tersebut, akhirnya renungan tidak lagi didengarkan. Hal ini menjadi gambaran bahwa tidak semua jemaat mengerti dengan pembawaan (corak) yang demikian. Bisa saja sebenarnya jemaat mengerti, namun seolah-olah mereka alergi dengan corak yang demikian ditengah-tengah ibadah HKBP. Lalu, apakah benar bahwa renungan (khotbah) di HKBP hanya bersifat satu arah, yang artinya tidak dapat direspon dengan cara apa pun? Namun, mari kita coba menganalisa! Jemaat HKBP (Batak) yang sering mengikuti perkumpulan-perkumpulan (arisan) biasanya akan berbaur dengan jemaat-jemaat diluar HKBP, mereka tidak alergi dengan corak renungan yang seperti ini, jikalau pembawa renungan dari luar HKBP. Namun ketika pembawa renungan berasal dari HKBP, corak yang sama justru tidak mendapat sambutan dengan baik. Ya... tentu saja analisa ini hanya untuk di daerah pedesaan, di kota-kota besar mungkin sudah dapat berterima. Apa yang ingin saya utarakan adalah, mungkin para pembawa renungan dari pelayan di HKBP, harus mencari corak atau gaya tersendiri yang berbeda dari yang lain, artinya di coba jangan meniru corak orang lain. Hal ini pada dasarnya tidaklah bertentangan, sebatas isi renungan (theologinya) tidak menjadi rancu. Ya... tentu saja kreativitas para pembawa renungan juga dituntut untuk berkembang agar renungan tidak menjadi membosankan.

Label:

0 komentar:

Posting Komentar