Siapa yang sangka?

22.56 / Diposting oleh KMK~PKM /

Rekan-rekan pemuda, ini adalah kesaksian hidup saya. Terus terang saya tidak pernah masuk ke dalam lingkungan persekutuan. Bagi saya itu semua tidak masuk akal. Sepintas saya melihat bahwa persekutuan (NHKBP) yang ada di kota saya hanyalah untuk golongan orang-orang berada. Masing-masing membawa motor dan mobilnya sendiri. Hal itu membuat saya tidak ingin bergabung dengan persekutuan itu. Hingga suatu bulan pada tahun 2007 saya diajak oleh teman satu kerjaan untuk bergabung dalam acara retreat.
Hati saya terbuka melihat rekan-rekan pemuda dan pemudi yang dengan riang dan penuh canda tawa memulai kegiatan tersebut. Sungguh, benar-benar sebuah inspirasi yang dalam yang pernah saya terima dalam hidup. Semuanya indah, seolah-olah tidak ada yang kurang sedikit pun. Bernyanyi bersama, tertawa bersama, memuji Tuhan bersama, penuh dengan kedamaian.
Setelah sampai ditempat, semua sibuk untuk mencari ruangan menginap masing-masing. Demikian juga panitia, lalu-lalang kesana dan kemari untuk mempersiapkan segala sesuatunya. Namun semua itu berubah pada saat malam hari, ketenangan kembali hadir pada diri setiap peserta. Jika sepintas kita lihat keadaan ini, mungkin benar kata orang banyak, bahwa pemuda kerjanya hanya untuk happy saja. Saya sendiri hampir berpikiran demikian.
Hari pertama dan kedua telah berlalu diwarnai dengan kenangan indah dalam ibadah, seminar, permainan, olahraga dan makan bersama. Namun, semua masih terlihat seperti biasa, belum ada yang istimewa. Hingga hari terakhir pun tiba. Acara KKR akan segera dimulai. Penitia sejenak memisahkan diri dari para peserta retreat. Saat itu, saya melihat ada kerinduan yang dalam dari diri penitia untuk pergumulan hidup para pemuda yang hadir saat itu.
KKR berjalan penuh dengan hikmat. Suasana sukacita untuk memuji Tuhan bergaung di lokasi itu. Saya melihat para peserta sebenarnya telah letih, dengan banyaknya kegiatan yang mereka lakukan dalam hari terakhir itu, tentu pikiran mereka telah tertuju kepada tempat tidur.
Selepas renungan, imam mengajak yang hadir saat itu untuk berdoa pribadi. Canda tawa dan sukacita mulai hilang, ia bersembunyi dibalik angguk dan tangis pemuda saat itu. Saya mencoba untuk melihat kembali kehidupan saya. Siapa yang sangka, ternyata beban hidup pemuda sangat berat. Tentang orangtua, tentang keinginan, tentang keputusan untuk mengikut Tuhan, tentang kisah kasih, tentang perkawanan, tentang persaudaraan, tentang masa depan yang belum pasti, semua masih mencari jati diri.
Tangis mereka sangat memilukan hatiku. Ternyata penderitaan dan pergumulan hidup, mereka lapisi dengan canda dan tawa. Namun saat itu semua tercurah dihadapan Tuhan. Tiba-tiba dalam gemuruh tangis yang begitu dahsyat, saya merasakan kedamaian yang sangat dalam, berbeda dengan damai yang kualami pada saat hari pertama. Damai itu, membuat aku seolah-olah melayang keruang yang penuh dengan keindahan. Samar-samar aku melihat Allah hadir dan merangkul kami semua anak-anakNya. Ia menatap kami sambil mencucurkan air mata, seolah-olah ia berkata: "anakKu, Aku tahu pergumulan hidupmu. Aku dapat merasakan penderitaanmu".
Aku hanya bisa diam dan membisu. Air mataku terus mengalir. Kawan-kawan, saat itu sebenarnya aku ingin berteriak memanggil Tuhan sebagai Ayah atau Bapa. Namun kerongkonganku tersedak. Isak tangisku tidak bisa ku tahan, lututku gemetar dan aku terduduk dibangku gereja itu. Perkelahianku dengan mama kembali terngiang dipikiranku. Sebenarnya aku iri terhadap adikku. Mama menyekolahkan adikku sampai ia kuliah, sedangkan aku harus membantunya bekerja untuk menyekolahkan adikku. Mama... aku juga butuh sekolah! Ku coba untuk menenangkan diri pada saat itu. Perlahan-lahan ingin ku ubah rasa benciku terhadap mama menjadi sebuah kasih.
Aku tahu seandainya Ayahku masih hidup, mungkin ia juga tidak suka melihat aku membenci ibuku. Tiba-tiba seseorang menjamah kepalaku dan berkata kepadaku: "saudaraku, Tuhan mengasihimu... lepaskan semua bebanmu!" Tangisku maskin keras... aku berteriak: "Yesus Tuhanku... Bapaku yang terkasih... bantu aku mengasihi mama...", setelah itu aku mendapatkan ketenangan yang paling indah dalam hidupku, bebanku terasa ringan. Semua seolah-olah baru, aku tidak melihat lagi kabut yang menutupi mataku.
Rekan-rekan pemuda, sepulangnya dari sana, aku mencoba untuk akrab kembali dengan ibu. Setiap kali kebencian itu datang, aku coba untuk tepiskan. Kini semua itu telah berlalu, Rasa benciku telah hilang. Keirianku telah musnah. Hanya satu yang kutahu, itu semua berkat pertolongan Tuhan. Tahun baru lalu, kami jalankan ibadah perpisahan tahun dengan canda dan tawa bersama adik, kakak, abang dan mama yang kukasihi. Terimakasih untukmu Tuhan, terimakasih untukmu persekutuan NHKBP.
Kesaksian hidupku:
Candra Maruli Atmaja Pasaribu di Balige.
Salam Kawula Muda.
Kawula Muda Kristen, jika ada kesaksian, pendapat, permainan atau apa saja untuk dimuat dalam blog ini, kirimkan ke k_manullang_sth@hotmail.com atau k_manullang_sth@yahoo.com atau punguanaleale@hotmail.com
Terimakasih!

Label:

0 komentar:

Posting Komentar